Hari Pers, Untirta Bicarakan Isu Lingkungan di Era Digital

Diposting pada

Serang–Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) turut merayakan Hari Pers Nasional (HPN) bertema ‘Peran Media dalam Menjaga Lingkungan di Era Digital, Rabu (9/2/2022), via Zoom Meeting. Pada kegiatan ini, Untirta turut mengundang Direktur Perusahaan Kabar Banten, Rachmat Ginanjar dan Redaktur Bantennews.co.id, Wahyu Arya, sebagai pembicara. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa tema HPN pada tahun ini difokuskan pada soal isu lingkungan dalam era yang semakin digital ini.

Soal isu lingkungan, Ginanjar mengatakan, jurnalis jelas ikut terjun dalam aksi ketika ada penentangan kebijakan yang merusak lingkungan. Jadi, menurutnya, media tidak hanya sekadar menyajikan informasi, tetapi juga langsung beraksi dalam upaya menentang kebijakan yang dinilai akan merusak lingkungan.

“Jurnalisme lingkungan ini harus berkelanjutan, tidak sporadis. Kita juga sepertinya perlu membentuk sebuah kolaborasi, karena pers tidak bisa berjalan sendiri. Misalnya, membentuk sebuah tim independen yang menjadi peluang bagi Untirta sebagai lembaga pendidikan yang objektif dan empiris untuk melakukan penelitian,” katanya.

Ia menilai, dengan adanya kerja sama dengan pihak kampus, selain tentunya dengan warga, maka diharapkan pemberitaan terkait isu lingkungan ini semakin objektif.

Di sisi lain, Wahyu menyampaikan, pemberitaan tentang lingkungan adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan, tetapi harus terus diberitakan karena menyangkut soal kepentingan warga. Ia menuturkan bagaimana pemberitaan lingkungan memang menjadi isu sensitif dan dilematis seperti yang sudah lama terjadi di Banten di antaranya seperti kasus pengerukan Pasir laut di Lontar, Galian C di Gunung Pinang, Proyek Geotermal di Padarincang dan yang masih hangat adalah soal pembuangan sampah dari Tangerang Selatan ke TPAS Cilowong, Kota Serang.

“Jurnalisme lingkungan memiliki tanggung jawab menyampaikan informasi dan menggerakkan masyarakat agar peduli dengan lingkungannya. Di negara maju, isu ini sangat seksi, tapi di negara berkembang hanya menarik bagi aktivis lingkungan,” ujarnya.

“Di luar sana, mereka sangat peduli dengan pemanasan global, sampah plastik, dan lain-lain. Sementara di negara kita, kebanyakan tertarik dengan isu-isu politik. Hal yang penting kadang dianggap tidak menarik,” tutur Wahyu.(HI/AAP/VDF/RJ).