Fatah Sulaiman, Akademisi Teknik yang Mencintai Sastra

Diposting pada

Menjadi akademisi dan pimpinan di kampus ternama seperti Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) adalah sebuah capaian luar biasa dalam hidup seorang Fatah Sulaiman yang tak lain adalah Rektor Untirta. Prestasi tersebut menjadi terasa sangat spesial karena beberapa hari lalu ia pun didaulat menjadi Guru Besar Ilmu Teknik Kimia. Tidak cukup sampai di situ saja, ia juga sangat aktif dalam berkarya; menghasilkan jurnal yang berstandar tinggi, menulis esai dan menerbitkan buku.

Menurut Fatah, prestasi yang diraihnya saat ini tentu tidak lepas dari kerja keras yang ditempuhnya yang kemudian didorong oleh orangtuanya. “Orangtua saya itu hanya sampai MTs pendidikannya. Oleh karena itu, mereka ingin anaknya lebih tinggi tingkat pendidikannya,” kata Rektor Untirta, Minggu (30/5/2021), dalam kegiatan diskusi hybrid Festival Hari Buku Nasional 2021 di Kampus Untirta, Sidangsari, Serang.

“Jadi hobi membaca itu dimotivasi oleh orangtua saya yang berdagang berdekatan dengan toko kitab sehingga setiap pulang mereka bawa buku baru. Semua buku itu akhirnya saya baca ketika masih SD. Buku yang pertama kali saya baca, saya masih ingat itu adalah ‘Apa Arti Hidup’ karya Zakia Daradjat yang luar biasa memotivasi hidup saya,” ujar Rektor.

Fatah menambahkan, buku yang kedua ia baca adalah ‘Kisah-kisah Nabi dan Rasul’ karya Mahmud Yunus. Pada kisah perjuangan nabi dan rasul itu, ia merasa banyak mendapatkan pelajaran. “Kata Bapak saya, Fatah tolong bacalah kisah Nabi Sulaiman, karena nama kamu Sulaiman juga sama. Saya baca kisahnya dan ada perdebatan pergolakan pemikiran sebagai anak raja Nabi Sulaiman diminta memilih harta, tahta wanita atau ilmu pengetahuan. Akhirnya, Nabi Sulaiman memilih ilmu pengetahuan dan ternyata dari satu pilihan itu Nabi Sulaiman mendapatkan semua pilihan lainnya,” kata Fatah berkisah.

Atas dasar membaca dari keluarga itu, Fatah menjadi semakin lihai dalam memahami bidang kelimuan yang digelutinya yakni Teknik Kimia dan menulis buku. Bahkan yang paling mengejutkan adalah kegandrungannya dalam membaca karya sastra. Ia mengungkapkan, sudah sejak lama telah berlangganan buku sastra terbitan Balai Pustaka. Bukan hanya membaca, ia juga sampai menuliskannya seperti menulis puisi. Puisi-puisi ia tuliskan dan seringkali dibacakan saat melantik pejabat di kampusnya bahkan saat kegiatan pengukuhan guru besar yang diraihnya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, membaca dan menuliskan, baik menulis puisi, esai atau bahkan novel adalah sebuah kenikmatan yang tak terhingga. Maka dari itu, ia pun berharap kepada mahasiswa Untirta agar giat menulis dengan segala fasilitas yang ada.

“Syaikh Nawawi Al-Bantani dan profesor pertama di Indonesia Husein Djadjadiningrat merupakan letak dasar literasi nasional dan keduanya dari Banten. Untirta pun mengambil spirit dari keduanya dengan jargon Kampus JAWARA. Seyogyanya, dengan adanya kolom Akademia di media massa dan Untirta Press yang siap mencetak buku-buku untuk sivitas menjadi peluang menulis yang tidak boleh disia-siakan,” tuturnya.(*)