Mengatasi Perubahan Garis Pantai melalui Penanaman Mangrove: Upaya Mitigasi Terhadap Abrasi Pantai di Pesisir Utara Banten

Diposting pada

Penulis : Fahresa Nugraheni Supadminingsih, Adi Susanto, Muta Ali Khalifa, Erik Munandar, Hery Sutrawan Nurdin, Hendrawan Syafrie, Afifah Nurazizatu Hasanah, Bathara Ayi Meata, Ririn Irnawati, Ani Rahmawati, Achmad Noerkhaerin Putra.

Perubahan garis pantai merupakan masalah serius yang dihadapi oleh banyak wilayah pesisir di seluruh dunia. Salah satu penyebab utamanya adalah abrasi pantai. Sebenarnya abrasi pantai merupakan proses alami di mana garis pantai secara bertahap terkikis dan tererosi oleh kekuatan ombak, arus, dan pasang surut. Namun hal tersebut dapat lebih cepat terjadi jika didukung oleh beberapa faktor. Salah satu faktor alaminya adalah perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan muka air laut.

Faktor buatan akibat aktivitas manusia seperti penambangan pasir dan pembangunan pantai yang tidak terencana, semakin memperburuk masalah ini. Abrasi tersebut memberikan dampak terhadap lingkungan yang mengakibatkan hilangnya lahan pantai dan pesisir, erosi tanah, kerusakan ekosistem pesisir, hingga dapat mengancam langsung ke pemukiman di sekitarnya. Selain itu, abrasi pantai juga berdampak negatif terhadap keberlanjutan sektor perikanan, pariwisata, dan sumber daya alam pesisir. Oleh karena itu, mitigasi dan upaya rehabilitasi menjadi sangat penting dalam melindungi garis pantai dan menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir.

Salah satu upaya yang efektif yang dapat dilakukan adalah melalui penanaman mangrove, yang memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan garis pantai, mencegah erosi, serta menyediakan habitat yang penting bagi beragam spesies hewan dan tumbuhan pesisir. Mangrove atau lebih dikenal sebagai hutan bakau ini merupakan ekosistem pesisir yang terdiri dari pohon-pohon khas yang mampu tumbuh di wilayah pasang surut.

Sistem akar yang kuat dan rimbun dari pohon mangrove mampu mengikat dan menahan sedimen pantai, mencegahnya dari terbawa arus laut dan ombak yang kuat. Melalui penanaman mangrove yang tepat, material sedimen akan terperangkap di antara akar mangrove, membentuk semacam tanggul alami yang dapat melindungi garis pantai dari abrasi. Selain itu, akar yang kompleks juga membantu memperlambat aliran air dan gelombang, membantu mengendalikan laju sedimentasi dan mengurangi kerusakan pantai. Dalam konteks mitigasi bencana, mangrove diketahui dapat mengurangi intensitas angin laut, dan dalam di beberapa daerah terbukti efektif menghadang laju gelombang tsunami yang destruktif.

Penanaman mangrove juga memiliki banyak manfaat ekologis. Ekosistem mangrove menyediakan habitat yang penting bagi beragam spesies hewan dan tumbuhan, termasuk ikan, burung, dan moluska. Mereka menjadikan mangrove sebagai tempat berkembang biak, tempat berlindung, serta tempat mencari makan. Keberadaan mangrove yang sehat juga membantu menjaga keanekaragaman hayati di wilayah pesisir, mempertahankan populasi spesies yang rentan, dan memelihara kesuburan perairan. Karenanya, penanaman mangrove menjadi salah satu solusi berkelanjutan untuk dapat mengatasi abrasi pantai dan menjaga kelestarian ekosistem pesisir
Namun, upaya penanaman mangrove tidaklah mudah. Dibutuhkan perencanaan yang matang, pemilihan spesies yang tepat, dan pengelolaan yang baik untuk mencapai hasil yang optimal. Kualitas air yang baik, pasokan sedimen yang cukup, dan pemantauan yang berkelanjutan juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan keberhasilan penanaman mangrove. Selain itu, partisipasi masyarakat lokal juga menjadi kunci kesuksesan dalam upaya penanaman mangrove. Melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pemeliharaan dapat memperkuat keberlanjutan program penanaman mangrove. Pemberdayaan masyarakat lokal melalui pelatihan, edukasi, dan kesadaran lingkungan akan memberikan dampak positif jangka panjang dalam menjaga ekosistem mangrove dan garis pantai yang sehat. Pada banyak wilayah, keberadaan hutan mangrove telah terbukti efektif dalam upaya mitigasi perubahan garis pantai di berbagai wilayah, termasuk di Pesisir Utara Banten.

Kisah Sukses Mangrove Jembatan Pelangi di Desa Lontar

Salah satu kisah sukses dalam upaya rehabilitasi pantai melalui penanaman mangrove terjadi di Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Ropin, seorang pegiat mangrove yang tinggal di desa ini, memulai inisiatif penanaman mangrove sebagai langkah untuk melindungi tambaknya dari abrasi pantai yang terjadi di wilayahnya. Pada waktu yang lampau, garis pantai berada sekitar 2 kilometer ke arah Utara. Namun, dari waktu ke waktu, abrasi pantai membuat garis pantai di Lontar semakin tergerus dan mundur ke arah darat. Selain itu, angin laut yang bertiup kencang juga memberikan tekanan tambahan pada lokasi tambak mereka.

Khawatir akan kerugian yang bisa timbul akibat abrasi pantai terhadap tambak mereka, Pada tahun 2013, Ropin dan keluarganya memutuskan untuk menanam mangrove sebanyak 500 bibit di lokasi tambaknya. Penanaman ini awalnya bertujuan untuk melindungi tambaknya dari abrasi pantai yang terus berlangsung. Awalnya, Ropin sempat mengalami kekhawatiran karena bibit mangrove yang ia tanam terlihat tidak bertumbuh dengan baik. Namun, harapannya kembali muncul ketika bibit mangrove mulai tumbuh daun-daun baru.

Gambar 1. Salah satu jenis mangrove yang tertanam di Lontar-Jembatan Pelangi
Tumbuhnya mangrove yang ditanam menjadi motivasi tambahan bagi Ropin untuk terus melanjutkan upaya penanaman mangrove. Hal ini juga mendorong masyarakat setempat untuk ikut andil dalam penanaman mangrove sehingga luasan hutan mangrove semakin masif. Tak pelak, kisah kesuksesan ini telah menyebar luas kalangan masyarakat sehingga banyak pihak, baik dari instansi pemerintahan maupun swasta turut serta membantu Ropin dalam menyediakan bibit mangrove untuk ditanam di Desa Lontar. Menurut pengakuan Ropin, ia dan masyarakat sekitar telah berhasil menanam mangrove seluas 20 hektar, dengan 0,5 hektar adalah lahan miliknya.
Hasil dari upaya penanaman yang dilakukan oleh Ropin dan masyarakat Desa Lontar ini sangat menggembirakan. Berdasarkan observasi menggunakan aplikasi Google Earth, terlihat bahwa garis pantai di lokasi penanaman mangrove pada tahun 2023 telah maju +/- 65 meter dari kondisi sebelumnya yang pada tahun 2012 sebelum adanya penanaman mangrove. Inisiatif Ropin dalam menanam mangrove juga telah memberikan dampak positif yang lebih luas. Lokasi penanaman mangrove di Desa Lontar telah berubah menjadi sebuah kawasan wisata yang diberi nama Jembatan Pelangi. Kini, wisatawan dapat menikmati keindahan mangrove, menjelajahi ekosistem pesisir, serta belajar mengenai pentingnya pelestarian lingkungan melalui sekolah alam yang diinisiasi oleh Ropin bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten.

Gambar 2. Perbandingan garis pantai (garis berwarna kuning) pada lokasi penanaman mangrove pada tahun 2012 (a) dan tahun 2023 (b) di Desa Lontar
Kisah sukses rehabilitasi pantai di Desa Lontar menjadi inspirasi bagi masyarakat lainnya untuk melakukan upaya serupa. Pengalaman Ropin dan komunitasnya menunjukkan bahwa dengan tekad dan kerja keras, penanaman mangrove dapat menjadi solusi yang efektif dalam mengurangi abrasi pantai dan menjaga keberlanjutan lingkungan pesisir. Dengan adanya upaya rehabilitasi pantai melalui penanaman mangrove, diharapkan wilayah pesisir utara Banten dan daerah-daerah lain di Indonesia dapat menjaga keberlangsungan garis pantai, melindungi ekosistem pesisir, serta memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat setempat.

Gambar 3. Kunjungan tim UNTIRTA ke Jembatan pelangi, Lontar

*Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), Banten.

Email : [email protected]