SERANG – Unit Pengembangan Bisnis dan Kewirausahaan (UPBK) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) bekerja sama dengan Tax Center Untirta dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Banten menyelenggarakan Bimbingan Teknis Inklusi Kesadaran Pajak dan Pelatihan Pembuatan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) pada Selasa, 15 Juni 2021 di Ruang Rapat Convention Hall Kampus Untirta Sindangsari. Bimbingan teknis yang dimoderatori oleh Agus Puji Priyono, S.E., S.H., M.Ak., Ak tersebut dihadiri oleh Ketua Tax Center Universitas Gunadarma, Dr. Benny Susanti, SE., MM, dan Ketua Jurusan Sistem Informasi Universitas Gunadarma, Dr. Setia Wirawan, S.Kom., MMsi selaku narasumber yang membahas bagaimana inklusi kesadaran pajak mewujudkan generasi peduli pajak.
Susanti memaparkan bahwa hanya 11% dari warga Negara Indonesia terdaftar sebagai wajib pajak yang mana 5% di antaranya melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan 0.1% di antaranya membayar pajak. “Artinya, pembangunan ini hanya ditopang oleh 0.1% wajib pajak. Semua fasilitas dinikmati bersama, tetapi yang menopang hanya 0.1%. Ini membuktikan rendahnya tingkat kesadaran pajak.” Ujarnya. Ia pun mengungkapkan bahwa apabila dibandingkan dengan Negara Asia Tenggara lainnya seperti Filipina, capaian penerimaan pajak Indonesia masih rendah, dibuktikan dengan tax ratio Indonesia yang tidak pernah melebihi 15%.
Di sisi lain, Indonesia memperoleh bonus demografi, yakni keadaan di mana jumlah penduduk dengan usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak daripada penduduk usia tidak produktif, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian negara. Hal ini diiringi dengan berdirinya kurang lebih 4.713 perguruan tinggi negeri dan swasta dengan kurang lebih 7,3 juta mahasiswa orang dan kurang lebih 256 ribu dosen yang diyakini dapat membantu negara sebagai agen perubahan dan literasi perpajakan dalam peningkatan kesadaran pajak dan etika pajak yang baik.
“DJP melalui Kementerian melihat perlunya edukasi dan peranan pihak ketiga sangat penting di dalam mengedukasi, sehingga DJP merasa perlu menggandeng dan merangkul institusi dalam rangka memberikan edukasi pada masyarakat. Pihak ketiga tersebut adalah bapak dan ibu sekalian.” Ungkap Susanti di hadapan para dosen serta para mahasiswa relawan pajak. “Ada mahasiswa dan dosen sebagai orang terdidik yang dapat membantu. Ini adalah peluang untuk meningkatkan kesadaran pajak.” Lanjutnya.
Menyikapi peluang tersebut, Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia menyepakati Nota Kesepahaman tentang Peningkatan Kerja Sama Perpajakan melalui Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Disepakati pula Kerja Sama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa).
Program Inklusi Kesadaran Pajak lahir sebagai wujud tindak lanjut kerja sama tersebut. Program yang diperuntukkan bagi siswa/I PAUD, SD, SMP, dan SMA hingga mahasiswa di perguruan tinggi serta anggota program BDS, LSM, OJK, ormas, hingga masyarakat di lingkungan RT dan RW tersebut menyasar pada perubahan sikap yang ditandai dengan munculnya perilaku sadar membayar paja; peningkatan pengetahuan yang ditandai dengan pemahaman peraturan, kewajiban, dan manfaat pajak; serta peningkatan keterampilan yang ditandai dengan pemahaman tata cara pemenuhan kewajiban perpajakan.
Inklusi Kesadaran Pajak tersebut dilaksanakan melalui pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian masyarakat yang melibatkan dosen dan mahasiswa dengan melaksanakan koordinasi, pembentukan kelompok kerja RPS, sosialisasi, proses pembelajaran, dan diakhiri dengan monitoring dan evaluasi. Sebuah aplikasi inklusi kesadaran pajak bernama Edutax pun diluncurkan untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Aplikasi ini dilengkapi dengan materi inklusi, RPS inklusi, video inklusi, dan penugasan.
“Diperlukan revolusi karakter bangsa agar generasi muda memiliki nilai-nilai utama karakter, di antaranya yakni religius, nasionalis, mandiri, ingritas, dan gotong-royong yang seluruhnya tercakup dan menyatu dalam perpajakan. Perpajakan pada jaman penjajahan mengalami distorsi, yakni sebagai alat pemerasan. Itulah yang harus kita ubah. Pajak adalah tanda terima kasih kita agar Indonesia menjadi Indonesia emas.” Terang Agus.
Ketua Tax Center Untirta, Asih Machfuzoh, S.E., M.Ak memastikan Tax Center Untirta bersedia melakukan sosialisasi dan pendampingan pajak bagi Civitas Akademika Untirta yang memerlukannya. “Bisa datang ke Tax Center Untirta. Kami juga akan hire relawan dari seluruh fakultas dan akan melakukan pendampingan pengisian SPT.” Pungkasnya. (Humas – Sekar)