Hadir di Harbukfes, Dahnil Anzar Sebut Pertahanan Budaya di Indonesia Lemah

Diposting pada

SERANG-Dr. Dahnil Anzar yang merupakan penulis buku ‘Politik Pertahanan’ dan pernah menjadi akademisi Untirta turut memeriahkan kegiatan Harbukfes, Pada perspektifnya sebagai penulis, ia mengatakan bahwa politik pertahanan juga meliputi soal pertahanan budaya.
Ia mencontohkan Korea Selatan yang mampu membangun kolonialisasi budaya dimulai dari sisi makanan, film, sampai mampu menyihir ‘style’ anak muda Indonesia. “Saat ini standar kegantengan itu dipengaruhi oleh gaya dari orang Korea, dimana yang lebih glowing atau lebih putih itu kulitnya dia lebih ganteng,” ujarnya saat jadi narasumber pada diskusi hari kelima Harbukfes, di Laboratorium Terpadu, Kampus Untirta, Sindangsari, Kabupaten Serang, Jumat, 17 Mei 2024.

“Perspektifnya begitu. Padahal di satu kebudayaan lain mungkin yang lebih ganteng itu adalah lelaki yang gondrong. Ganteng itu Relatif dan tergantung dari perspektif kebudayaan,” imbuhnya.

Menurut Dahnil, ini menjadi titik kelemahan Indonesia dalam pertahanan kebudayaan. Misal soal gastronomi atau kuliner, ia menjabarkan banyak ‘food vlogger’ yang sama sekali tidak berbicara soal budaya dan sejarahnya.

“Kita bicara soal pada kuliner. Misal ketika bicara soal sejarahnya banyak konten yang tidak berkonten, bukan seperti Bondan Winarno yang konten memang berkonten. Kita bicara tentang rabeg, misalnya, itu ada pemahaman kebudayaan juga sejarahnya dan kita punya banyak soal ini sebenarnya,” jelas Dr. Dahnil.

“Saya apresiasi kepada sahabat saya, Kang Firman, dan Kang Andi Suhud dalam pergerakannya di dunia literasi yang berjuang di kebudayaan ini melalui jalan sepi literasi. Insaa Allah jalan ini bisa membawa kita masuk surga. Ini memang jalan sepi dan jika Banten atau negeri ini ingin bangkit ya literasi ini harus terus dihidupkan. Jangan menyerah,” ujarnya.(HI/AAP)