SERANG-Pada gelaran Harbukfes di hari keempat di Kampus Untirta, Sindangsari, Kamis, 16, Mei 2024, ada hal menarik yang didiskusikan oleh Kepala UPA Perpustakaan Untirta Dr. Firman Hadiansyah, M.Hum., bersama Ketua Ikapi Banten Andi Suhud Trisnahadi, yang dimoderatori oleh Faris NY bertajuk ‘Peran Penerbitan di Banten sebagai bagian Subsektor Ekonomi Kreatif’. Pada kesempatan ini hadir juga Kepala Bidang Pariwisata dan Ekraf Dispar Banten Hj. Linda Rohyati S.Sos., M.Si.
Dr. Firman menyampaikan, karya sastra atau literatur sejarah sangat erat kaitannya dengan ekonomi kreatif karena merupakan salah satu sumber daya yang penting. Bisa dijadikan contoh, menurutnya, wisata literasi di Eropa seperti pementasan teater Romeo and Juliet yang banyak digandrungi yang Dimana karya tersebut adalah bermula dari karya sasatra yang dihasilkan oleh Shakespeare.
“Di situlah kekuatan literasi. Kita masih terbatas dalam hal ini, seperti kita punya Syekh Nawawi Al-Bantani, tetapi bagaimana proses kreatifnya menulis, perjalanan atau napak tilasnya itu tidak ada. Maka di sinilah narasi itu penting.” tuturnya.
“Kita seharusnya mengkonstruksi setiap even seperti yang saya lakukan empat tahun lalu bersama kawan-kawan di Lebak. Kita membuat even Festival Seni Multatuli yang di dalamnya ada narasi tentang Saija Adinda, festival kerbau, soal Parungkujang itu apa, dan soal Badur itu di mana membuat orang penasaran dan ternyata bukan hanya pengunjung dari Banten dan Indonesia saja, melainkan dari Belanda sampai datang menyaksikan festival tersebut,” jelas Dr. Firman.
Dr. Firman menambahkan, sebagai bagian dari selebarasi, oleh karenanya Untirta dan Ikapi bersepakat untuk menggagaas sebuah acara seperti Harbukfes yang diharapkan mampu menumbuhkan ide-ide dan pergerakan dalam menumbuhkan narasi dan memberikan gairah terhadap ekonomi kretaif di Banten.
“Kita awali dengan aktivasi 260 buku dan akan diluncurkan pada dies natalis Untirta mendatang dan ini akan menjadi sejarah di Untirta. Kalau tidak percaya besok (Jumat, 17 Mei 2024-red), kita adakan workshop-nya. Kami undang para penulisnya sambil merayakan Hari Buku Nasional yang persis dirayakan tiap di tanggal 17 Mei. Apakah target itu tercapai? Kami selalu optimis karena di sini adalah tempat berkumpulnya para intelektual,” tegasnya.
Andi menambahkan, Harbukfes bisa menjadi inspirasi bagi semua pihak sesuai dengan jargonnya yakni ‘inspirasi literasi untuk semua’ dan tidak terkungkung hanya kepada satu jenis institusi saja.
“Ikapi merupakan sesuatu hal yang baru di Banten padahal Ikapi sejak tahun 1950 sudah ada. Kemudian sebelumnya, pasca Banten berdiri jadi provinsi itu belum ada penerbitan. Akhirnya saya didorong oleh senior saya Mas Gol A Gong, Toto ST Radik dan Rys Revolta (alm.) untuk membuat penerbitan sebagai perpanjangan tangan dari kreativitas yang mereka lakukan karena dari ketiganya bukan penerbit,” kisahnya.
“Sampai dengan tahun berikutnya baru ada delapan penerbit yang kita data. Maka dari sini kita langsung membuat beberapa gerakan, seperti kegiatan selebarasi seperti ini, kemudian mendorong untuk pelaksanaan dan turunan dari kebijakan Undang-Undang Perbukuan dan upaya-upaya lain yang kita lakukan. Termasuk membuat festival hari buku setiap tahun,” jelasnya.
Menurut Andi, dengan tema baru ‘Harbukfes’ ini diharapkan semua pelaku ekonomi kreatif atau industri dan pemangku kebijakan hadir dan berembug dalam mengelola dan memajukan ekonomi secara menyeluruh. Sebab, menurutnya, persoalan buku, bukan hanya melihat kepada penulisnya saja, melainkan pada prosesnya ada penerbit, ilustrator, editor, penata letak dan percetakan buku yang membuat roda ekonomi itu berputar.(HI/AAP)