SERANG-Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) kembali mengukuhkan guru besar berjumlah lima orang dari berbagai disiplin ilmu. Pengukuhan guru besar dilaksanakan di Auditorium Kampus Untirta, Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Rabu, 11 Juni 2025. Sidang terbuka senat ini dihadiri oleh Rektor Untirta Prof. Dr. Ir. H. Fatah Sulaiman, S.T., M.T., dan jajaran serta dibuka oleh Ketua Senat Untirta Prof. Dr. Rudi Zulfikar, S.E., Akt., M.M., M.Si., didampingi Sekretaris Senat Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si., dan anggota senat. Hadir juga dalam kegiatan ini beberapa tokoh dan pimpinan daerah di Provinsi Banten.
Kelima guru besar tersebut di antaranya adalah Prof. Dr. Sjaifuddin, M.Si., dalam Kepakaran ilmu pengelolaan lingkungan industri dengan judul penelitian ‘Pengelolaan Lingkungan Industri: Tantangan, Peluang dan Strategi Menuju Indonesia Emas 2045’ ; Prof. Dr. Susiyanti, S.P., M.P., Kepakaran ilmu pemanfaatan sumber daya genetik tanaman lokal dengan judul penelitian ‘Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelanjutan Plasma Nutfah Tanamakan Lokal Sebagai Fondasi Ketahanan Nasional: Studi Kasus di Provinsi Banten’; Prof. Dr. Suroso Mukti Leksono, M.Si., Kepakaran Pendidikan Konversi Alam; Dr. Nurul Anriani, S.Si., M.Pd., kepakaran evaluasi pembelajaran dan penelitian pendidikan dengan judul Sistem Evaluasi Pembelajaran Berbasis Pendekatan Terdiferensiasi dan Asta Cita dalam Mewujudkan Generasi Unggul dan Berkarakter Nasional’; dan Dr. H. Benny Irawan, S.H., M.H., M.Si., kepakaran hukum pidana dengan judul ‘KUHP Baru sebagai Upaya Mewujudkan Kedaulatan Hukum Pidana Indonesia’.
Prof. Sjaifuddin memaparkan, pengelolaan industri terhadap dampaknya pada lingkungan menjadi tanggung jawab besar karena menyangkut keberlangsungan hidup umat manusia. Pencemaran limbah, kesadaran sosial serta penegakan hukum merupakan deretan yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam mengelola ekosistem lingkungannya.
“Pemanfaatan teknologi hijau, kesadaran konsumen dan tanggung jawab perusahaan dan kolaborasi perguruan tinggi, pemberdayaan masyarakat dan stakeholder menjadi kunci dalam pengelolaan lingkungan,” papar Prof. Sjaifuddin.
Prof. Susiyanti, yang merupakan pasangan dari Prof. Sjaifuddin ini, menyampaikan pidato ilmiahnya terkait dengan sumber daya genetik. Ia menilai dalam sumber daya genetik, kampusnya, Untirta, telah mengembangkan riset terkait pelestarian sumber daya genetik yakni kelapa kopyor lokal di Fakultas Pertanian termasuk penggunaan kultur jaringan dalam bioreaktor.
“Selain itu Untirta juga berkontribusi dalam konservasi vatica bantamensis hasil kerja DLH yang didukung riset bersama dengan BRIN,” imbuhnya.
Prof. Suroso menjabarkan terkait dengan perubahan ekosistem yang dipicu oleh perubahan ekstrem cuaca karena pemanasan global yang mengancam keanekaragaman hayati, kerusakan pesisir, kekeringan berkepanjangan, gagal panen dan polusi kerusakan lingkungan dan pencemaran udara mengakibatkan kematian dini.
“Hilangnya keanekaragaman hayati membuat kerusakan ekosistem. Kerusakan ekosistem berdampak pada ekonomi serta kesejahteraan masyarakat. Jika tidak ditangani secara sistemis maka akan mengancam kualitas hidup manusia secara menyeluruh. Dibutuhkan kesadaran kolektif dan kesadaran individu yang bisa dibangun melalui pendidikan yang memiliki kekuatan transformatif yang sebagai instrumen penebntukan karakter,” ujarnya.
Sementara Prof. Nurul menjelaskan dalam pidatonya, pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam kemajuan suatu bangsa. Memerhatikan posisi dan peran pendidikan yang sangat vital akhirnya presiden Prabowo dan wapres Gibran Rakabuming memprioritaskan visi kepemimpinan yakni Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 yang akan mewujudkan dengan delapan misi yang disebut dengan Asta Cita.
“Mengetahui sejauh mana pencapaian peserta didik dalam proses pembelajaran adalah hal yang sangat penting dan harus dilakukan oleh seluruh para pendidik dengan mengetahui pencapaian peserta didik dapat menjadi dasar pendidik untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan pembelajaran yang dilakukan. Apakah pendidik dapat melanjutkan pembahasan materi, mengulang kembali atau perlu mengembangkan materi pada konteks yang lebih luas,” jelasnya.
Terakhir, Prof. Benny menerangkan, KUHP atau Kitab Undang Undang Hukum Pidana adalah peraturan hukum yang mengatur pidana atau sanksi yang berlaku di Indonesia. KUHP ini bisa ditelusuri kembali ke masa penjajahan Belanda di Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu memiliki peraturan hukum yang konsisten dan sistematis dalam menangani tindak pidana hal ini melatarbelakangi KUHP Pertama di Indonesia pada tahun 1918. KUHP yang diberlakukan di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh sistem Belanda. “Salah satu hal penting dalam KUHP Baru adalah pengakuan terhadap living law, mengikuti perkembangan zaman, dan tantangan yang dihadapi, menghadirkan perubahan dalam sistem hukuman yang diusulkan, dimuat pedoman tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan bagi hakim dan menjatuhkan putusan, terdapat jenis hukuman berupa tindakan, diaturnya pertanggung jawaban pidana korporasi dan jenis pidana dan tindakan bagi korporasi dan terdapat subjek hukum pidana, yaitu orang, korporasi dan anak,” terangnya.
Rektor Untirta Prof. Fatah menyampaikan selamat dan rasa bangga atas pengukuhan dan bertambahnya guru besar di Untirta. Ia berharap pengukuhan guru besar ini menjadikan guru besar tersebut semakin bijaksana dan terus mengembangkan ilmunya demi kemaslahatan bangsa.
Penulis: Hilman, Angga Humas
Foto: Arif