SERANG-Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, M.S., I.P.U., berdasarkan Rriwayat pendidikannya lulus dari Fakultas Kehutanan IPB tahun 1976, kemudian melanjutkan Magister Sains Ilmu Entomologi tahun 1982 di IPB dan gelar Doktor diraihnya di tahun 1990. Sejak tahun 1974, Prof. Dodi sudah konsen meneliti terkait dengan rayap atas arahan dari gurunya Prof. RC Trumingkeng. Patut diacungi jempol karena sampai saat ini ia pun masih bergelut meneliti terkait dengan rayap.
Oleh karena istiqomah menjalankan pada apa yang dilakoninya, Rektor Untirta Prof. Dr. Ir. H. Fatah Sulaiman, S.T., M.T., mengapresiasi dan berharap itu ditularkan Prof. Dodi melalui workshop bertema ‘Peneliti Unggul Berkelas Dunia’ kepada dosen muda yang dimoderatori oleh Dr. Dina Rachmawati, M.Pd., dan dilaksanakan di Multimedia, Kampus Untirta, Sindangsari, Kabupaten Serang, Jumat 11 Oktober 2024. Kegiatan ini juga merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis Untirta ke-43 dengan dihadiri oleh Rektor Untirta, Wakil Rektor Bidang Akademik, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Para Dekan, Wakil Dekan, Dosen, Kepala UPA, Koorpus, dan staf di Untirta.
Menurut Prof. Fatah, kegiatan ini merupakan bagian dari kolaborasi dan bersilaturahmi dengan tokoh berpengalaman dan diharapkan para dosen muda jangan merasa sudah cukup, gagah sendiri di komunitasnya dan kurang update informasi. “Hari ini kita cermati dengan Ikhlas untuk menimba ilmu dari orangtua kita, manusia langka, fokus presisten meneliti rayap dengan segala aspeknya dan segala dampaknya untuk manfaat manusia,” tegas Prof. Fatah.
Sementara Prof. Dodi menjelaskan, untuk mencapai konsisten di jalan penelitian dan sebagai dosen di antaranya harus memiliki syarat ‘13i” yakni interest, imagination, initiative, information, inventive, industrious, intense observation, integrity, infectious enthusiasm, indevatiable writer, incentive, intelligence dan Insya Allah. “Mengajar perlu sekali dan teruslah belajar, melakukan penelitian. Kalau kita tidak belajar mati kita. Kita harus lebih keras mendalami suatu objek dan memberikan pengajaran kepada mahasiswa sehingga mahasiswa bisa tercengang dengan pengetahuan kita karena hanya kita yang tahu soal itu,” imbuhnya.
“Saya harus mendaki, harus berdarah-darah walaupun dicibir tapi oke saya harus terus mendaki, the true climber. Inilah konsekuensi bagi dosen dan ilmuan. Jadi anda tidak bisa hanya mengajar saja. Harus menjadi satu orang yang mampu mengatakan ‘I’am a scientist’ karena Indonesia butuh peneliti,” jelasnya.
Penulis: Hilman/Angga Humas
Foto: Hilman