Serang, – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) menggelar acara sosialisasi pengendalian gratifikasi di Ruang Multimedia gedung Rektorat lantai 1 pada hari Rabu siang (12/6) secara hybrid. Kegiatan ini diinisiasi oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) Untirta dan dihadiri oleh berbagai pihak terkait, yakni Rektor Untirta Prof. Dr. Ir. H. Fatah Sulaiman, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Prof. Dr.-Ing. Ir. Asep Ridwan, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Agus Sjafari, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Sistem Informasi Prof. Dr. Alfirano, Ketua SPI Untirta Prof. Dr. Rudi Zulfikar beserta tim SPI, Para Dekan dan Direktur Pascasarjana, para kepala biro, kepala UPA, kepala bagian, serta ketua pokja di lingkungan kampus Untirta. Hadir sebagai Narasumber antara lain Gebri Septi Azani dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Yuni Daru Winarsih, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Banten.
Rektor Untirta, Prof. Dr. Ir. H. Fatah Sulaiman, dalam sambutannya sekaligus membuka acara, mengapresiasi pelaksanaan sosialisasi ini. Menurut beliau, kegiatan ini sangat penting untuk terus melakukan perbaikan dalam tata kelola perguruan tinggi negeri. “Ini sesuai dengan kesepakatan seluruh pimpinan perguruan tinggi di Indonesia untuk mewujudkan tata kelola yang berintegritas,” katanya. Rektor juga menekankan perlunya perbaikan budaya lama yang ada di lingkungan perguruan tinggi.
Dalam sambutannya, Ketua SPI Prof. Dr. Rudi Zulfikar menekankan pentingnya memahami gratifikasi bukan hanya sebagai slogan, tetapi sebagai praktik yang harus diwaspadai dan dikendalikan. ” SPI Untirta berkomitmen menyampaikan kepada seluruh sivitas akademika untirta mekanisme bagaimana gratifikasi ditingkat perguruan tinggi,” ujarnya.
Gebri Septi Azani dari KPK menjelaskan bahwa gratifikasi erat kaitannya dengan suap dan dapat berbentuk uang, barang, fasilitas, komisi, dan lainnya. “Gratifikasi terbagi menjadi dua jenis, ada yang wajib dilaporkan dan tidak wajib dilaporkan,” jelasnya. Ia juga memaparkan data tahun 2023 yang menunjukkan bahwa 73% dosen di Indonesia menerima bingkisan dari mahasiswa dan 26% praktik pemberian kepada asesor selama penilaian akreditasi kampus. Selain itu, KPK meluncurkan aplikasi JAGA.ID sebagai upaya pencegahan korupsi yang mendorong transparansi pelayanan publik dan pengelolaan aset negara.
Yuni Daru Winarsih, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, menjelaskan sanksi bagi pemberi gratifikasi sesuai dengan pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001, yakni pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta denda antara 50 juta hingga 250 juta rupiah. “Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2021 juga mengatur denda pidana seumur hidup atau penjara 4 hingga 20 tahun dan denda 200 juta hingga 1 miliar rupiah,” tambahnya. Ia juga menyebutkan bentuk gratifikasi yang mungkin terjadi di perguruan tinggi seperti penyuapan terkait promosi, hadiah kepada dosen dengan tujuan tertentu, penerimaan mahasiswa baru, dan jual beli nilai.
Acara ini diakhiri dengan kegiatan kuis yang melibatkan partisipasi aktif dari para peserta. Sosialisasi ini diharapkan dapat memperkuat komitmen semua pihak di lingkungan Untirta untuk mewujudkan tata kelola perguruan tinggi yang bersih dan berintegritas. (PPVA/AAP)