SERANG (13/03/2020) – Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan kampus merdeka di lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), tim kerja yang telah dibentuk, yakni Tim Bidang Kurikulum, Tim Bidang Program, dan Tim Bidang Aturan dan Kebijakan melaksanakan pertemuan untuk mendiskusikan sistem dan mekanisme penerapan kebijakan kampus merdeka. Rapat ini dihadiri oleh Rektor Untirta, Prof. Dr. H. Fatah Sulaiman, S.T., M.T, Dr. H. Benny Irawan, S.H., M.H., M.Si., Dr. H Fauji Sanusi, Drs., MM., Dr. H. Aan Asphianto, S.Si, S.H., M.H, H.E.R Taufik, MM., M.Si., Ph.D., Dr. Yudi Salampessy, S.E., M.Si., Endang SUhendi, S.T., M.Eng., Dr. Adi Susanto, S.Pi., M.Si., Fuja Siti Fujiawati, M.Pd., Dr. Fatkhul Muin, S.H, LL., M.H., Atep Iman, M.Pd., Dr. Idi Dimyati. Dr. Wawan Ichwanudin, M.Si., Mas Nana Jumena, S.H., M.H., Achmad Baharudin, S.T., M.T., dan Ayu Noorida Soerono, S.e, Ak., M.Si., CA.
Rektor mengapresiasi diskusi tersebut. Beliau menyatakan bahwa kampus merdeka merupakan program opsional yang tidak wajib diaplikasikan kepada seluruh mahasiswa. Mahasiswa diperkenankan untuk memilih akan mengikuti program regular dengan mengambil mata kuliah seperti pada umumnya atau mengikuti program kampus merdeka. Kendati demikian, Untirta tetap perlu mempersiapkan aturan dan kebijakan untuk memfasilitasi mahasiswa yang memilih mengikuti program kampus merdeka. “Kata Pak Dirjen, kebijakan kampus merdeka ini dilihat regulasinya, jadi bukan wajib. ‘Dapat menyelenggarakan’ jadi memang pilihan merdeka, tapi pilihan ini harus dibuka aksesnya. Karena itulah kita buat tim ini. Kita persiapkan bagi mahasiswa kita yang memilih ala kampus merdeka.” Ujar Rektor.
Berdasarkan kebijakan kampus merdeka, terdapat 8 (delapan) contoh kegiatan mahasiswa yang dapat dilakukan sampai dengan 3 (tiga) semester, yakni magang/praktik kerja, proyek di desa, mengajar di sekolah, pertukaran pelajar, penelitian/riset, kegiatan wirausaha, studi/proyek independen, dan proyek kemanusiaan. “Delapan kriteria ini yang kita harus punya pedomannya agar terjamin. Dari delapan ini yang kemudian kita bagi lagi, misalnya kalau di desa untuk di FISIP. Jadi mungkin tidak semua bisa mengambil di perusahaan, (tetapi) sesuai dengan bidangnya.” Ujar Dr. Rangga Galura Gumelar, M.Si.
Dr. H. Benny Irawan, SH., M.H., M.Si menyampaikan bahwa perlu ada sinkronisasi antara program magang, kuliah bersama, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN). “Antara magang, kuliah bersama, dan KKN harus ada sinkronisasi antara ketiganya. KKN ini karena skor utamanya adalah kebersamaan dan berkehidupan kebangsaan. Artinya, multidisiplin.” Ujarnya. Beliau menekankan pelajaran tentang kebangsaan harus tetap dipertahankan dalam kurikulum. “Agar ngeri public figure tidak paham pancasila. Artinya, ini penting. Kemerdekaan dalam proses mengemukakan keilmuan dan kebangsaan.” Sambungnya.
Tim yang diketuai oleh Dr. Rangga Galura Gumelar, M.Si tersebut juga menyoroti bagaimana program magang yang diberi bobot setara 20 SKS dapat terlaksana sebagai alternatif dari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Kegiatan magang juga harus dapat mewakili mata kuliah yang tidak dipelajari secara reguler di dalam kelas. Oleh karena itu, kampus perlu memastikan bahwa mahasiswa ditempatkan di bidang yang linier dengan keilmuannya dan diberdayakan pada pekerjaan yang dapat meningkatkan kompetensinya. “Jangan sampai hanya buat kopi, motokopi, jadi kurir. Ini yang sering terjadi.“ kata H.E.R Taufik, MM., M.Si., Ph.D. “MoU kita coba bicarakan dengan WR 4 (untuk) diperbaharui karena kemarin beberapa MoU akan muncul di sana nomenklatur bahwa mahasiswa kita bisa magang sekian orang.” Lanjutnya.
Selain program magang, kampus merdeka juga memfasilitasi mahasiswa yang ingin mempelajari bidang keilmuan lain dengan cara mengambil mata kuliah di prodi lain. Dr. Rangga Galura Gumelar, M.Si menyatakan bahwa perlu dirancang suatu aturan dalam mengambil mata kuliah di prodi lain dengan pertimbangan bahwa terdapat mata kuliah tertentu yang hanya bisa diambil apabila sudah mengambil mata kuliah yang mendasarinya terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa sudah memiliki dasar pemahaman yang baik, sehingga lebih mudah mendalami ilmu tersebut. “Contoh, ada mahasiswa ingin mengambil prodi lain di Untirta, itu bagaimana? Karena kan tiap prodi ada mata kuliah yang punya prasyarat. Tidak mungkin mahasiswa yang tidak memenuhi prasyarat, masuk.” Ujarnya.
“Merdeka belajar itu kan sesuatu yang opsional. Kalau mahasiswa betah di prodinya sendiri, ia tidak dipaksa mengambil prodi lain. Dibutuhkan plan A untuk mahasiswa yang tidak berminat dan plan B untuk yang berminat mengambil kurikulum ini. Kita tidak kemudian membongkar kurikulum yang sudah ada. Hanya memberi jalan keluar baru untuk mengakomodir ini.” Saran Dr. Idi Dimyati.
Senada dengan yang dikemukakan Dr. Idi Dimyati sebelumnya, Dr. Yudi Salampessy, S.E., M.Si menyatakan bahwa kurikulum tidak perlu diubah untuk mengakomodasi program magang, tetapi program magang yang perlu disesuaikan dengan kurikulum yang sudah ada. “Magangnya yang harus mengikuti kurikulum, bukan kurikulum yang mengikuti magang,” ujarnya. “Review yang penting dilakukan oleh program studi. Menurut saya, tidak masalah karena format magang yang mau dibangun dalam kurikulum merdeka ini saya pikir berbeda dengan format magang yang dilakukan saat ini. Kita pisahkan saja dulu magang versi kita dengan magang versi merdeka. Yang penting magang itu mengikuti kurikulum. Yang harus di-review adalahm sistemnya bersifat koheren dan konsekuen.” Sambungnya.
Apabila mengacu pada kebijakan kampus merdeka, program magang yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa agar dapat dikonversikan menjadi 20 SKS adalah selama 6 bulan. Dengan lamanya durasi magang tersebut, tim mendiskusikan bagaimana mekanisme penentuan mata kuliah apa saja yang dapat digantikan dengan program magang. Tim pun ingin memastikan mahasiswa yang magang tidak datang tanpa kesiapan, tetapi sudah memiliki bekal ilmu yang cukup untuk diaplikasikan selama bekerja.
Dr. Yudi Salampessy, S.E., M.Si mengemukakan saran agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama magang diberi penilaian oleh perusahaan yang bersangkutan untuk kemudian dikonversikan menjadi nilai mata kuliah. Dengan kata lain, mahasiswa tidak harus mengikuti ujian tertulis untuk memperoleh nilai mata kuliah, tetapi dengan mempraktekannya langsung di tempat ia magang. “Misal, mancing ikan dari atas kapal dihitung berapa jam, yang nyebur berapa jam. Dari pihak industrinya memberi penilaian. Kinerja dia di lapangan itu sama dengan ujian di tempat regular.” Jelasnya. Dengan adanya sistem penilaian seperti ini, beliau pun menyarankan agar perguruan tinggi dapat membubuhkan catatan pada transkrip nilai mahasiswa sebagai penanda apakah nilai mata kuliah tersebut diperoleh melalui ujian regular atau melalui program magang. “Di transkrip ada penanda pake kata ‘magang’ sehingga user tahu bahwa semester 6 diselesaikan lewat magang. Ada juga yang diselesaikan lewat regular. Bagaimana perusahaan bisa tahu mekanisme penilaian kita secara regular dan secara di lapangan.” Sarannya. “Tapi jangan sampai mahasiswa malah jadi takut magang karena takut nilainya jadi jelek-jelek karena perusahaannya terlalu keras.”
Dr. Fatkhul Muin, S.H., LL., M.H. menyadari bahwa diperlukan komunikasi dan jejaring yang baik antara perguruan tinggi dengan Ikata Alumni dan perusahaan, sehingga mahasiswa memiliki akses untuk melaksanakan magang di perusahaan terkait. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar Untirta dapat mengundang Ikatan Alumni (IKA) untuk berdiskusi bersama. “Kita harus mengundang mereka. IKA pada setiap fakultas dan universitas diundang karena mereka punya jejaring ke luar. Kalau mahasiswa mau magang ke pengadilan, aksesnya melalui mereka. Agar anak-anak kita diterima di luar, kita komunikasikan dengan IKA fakultas dan universitas. Inilah yang bisa dimanfaatkan untuk menempatkan anak-anak kita lebih mudah. Kalau alumni lebih mudah karena mereka punya sense of belonging terhadap institusi.” Terangnya.
Tim Bidang Kurikulum, Tim Bidang Program, dan Tim Bidang Aturan dan Kebijakan berencana akan menggelar kembali rapat lanjutan pada akhir bulan Maret untuk mempresentasikan hasil diskusi tiap-tiap tim yang dilaksanakan sepanjang dua minggu ini. Rapat tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu draft kebijakan. “Saya percaya nggak sampai sebulan selesai dan bisa kita sampaikan ke rapat dengan para pimpinan Universitas,” ungkap Dr. H. Fauji Sanusi, Drs., MM. (Sekar – Humas)