Untirta Laksanakan Webinar guna Persiapkan Akreditasi Internasional

Diposting pada

Untirta menyelenggarakan webinar dalam rangka persiapan akreditasi internasional secara daring pada Senin, 1 November 2021 dengan menghadirkan akademisi yang berpengalaman di bidang akreditasi internasional dari sejumlah perguruan tinggi.

Salah satu narasumber, Prof. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan bahwa akreditasi adalah jalan untuk mendapat pengakuan. “Dalam konteks pendidikan, pengakuan tentang edukasi dan pembelajaran itu sendiri. Jadi siapa sebenarnya yang diakui? Institusinya. Tentu tidak bisa digunakan secara personal. Berarti ini bersifat formal dan publik. Bagaimana mengukurnya? Harus ada standar yang sesuai dengan konsep akreditasi.” Jelasnya.

Menurutnya, akreditasi internasional diperlukan agar kita dapat memastikan bahwa pengakuan negara ini diakui pula oleh negara lain. Oleh karena, diperlukan standar yang sama untuk saling merekognisi. “Ada konsensus untuk saling mengakui standar bersama. Edukasi masing-masing negara punya sistem, maka dibuat standar agar bisa merekognisi masing-masing.” Ujarnya.

Badan akreditasi berbasis internasional yang dibahas olehnya adalah IABEE yang mengakreditasi engineering dan computing. Pengakuan ini mencakup 21 negara. “Kalau sudah diakui oleh IABEE, berarti sudah setara dengan lembaga lain.” Katanya. Beliau pun menjelaskan bahwa tujuan dilaksanakannya akreditasi oleh IABEE adalah untuk mengukur diri dan meningkatkan kualitas diri untuk mengikuti perkembangan jaman, sehingga bisa menghasilkan seorang professional yang diakui.

Dr. Leni Sophia Heliani, ST., M.Sc dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menerangkan lembaga akreditasi ASIIN, lembaga akreditasi internasional yang berbasis di Jerman. Dr. Leni mengatakan bahwa ASIIN menetapkan 3 hal sebagai fokus utama. Yang pertama, setiap prodi memiliki learning outcome yg jelas yg dicapai mahasiswa saat selesai dari prodinya. “Ini merupakan representasi dari goals dari prodinya.” Ujarnya.

Yang kedua adalah implementasi dari goals yang telah ditetapkan. “Bagaimana implementasinya? Bagaimana kita mewujudkan apa yang kita janjikan? Dengan cara mengukur pencapaian itu. Mereka akan melihat input, dokumen, dan rekaman…” Terangnya.

Yang ketiga adalah hasil evaluasi. “Mereka akan melihat hasil evaluasi dari kegiatan belajar mengajar itu dan bagaimana pengembangan selanjutnya dengan harapan akan melekat pada internal quality assurance.” Jelasnya.

Sementara itu, Dr. Vanessa Gaffar, SE.Ak. MBA dari Universitas Pendidikan Indonesia memperkenalkan AQAS, badan akreditasi internasional yang berkedudukan di Jerman yang tergabung ke dalam European Higher Education Area (EHEA) dan terlibat aktif dalam berbagai asosiasi internasional. Dirinya menceritakan prosedur akreditasi yang dimulai dari diskusi informal, pengajuan proposal kepada AQAS, persiapan self-evaluation report, hingga pelaksanaan akreditasi.

Dr. Vanessa pun membagikan kriteria dan indikator yang ditetapkan oleh AQAS dalam proses akreditasi, yakni (1) Kualitas kurikulum, (2) Prosedur dari quality assurance, (3) Evaluasi pembelajaran yang ada, (4) Penerimaan mahasiswa, progression, recognition, certification, (5) Teaching staff, mencakup berapa banyak yang terlibat dalam teaching juga prosedur penerimaan dosen, (6) Learning resources dan student support, serta (7) Public information seperti website dan media social.

Hadir pula Prof. Xiao-Hua (Helen) Yu dari Cal Poly State University, USA yang juga bicara mengenai hal-hal yang diperlukan dalam akreditasi, seperti dukungan institusional yang mencakup budget dan financial support serta faculty hiring and retention dan lainnya. (Humas – Sekar)