Mata Pelajaran Sejarah Perlu Dipertahankan dan Direvitalisasi

Diposting pada

SERANG-Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) kembali mengagendakan Diskusi Senja di Untirta (edisi kelima), dengan mengambil tema ‘Mata Pelajaran Sejarah di Persimpangan Jalan’, Selasa (22/9/2020). Kali ini, diskusi dilaksanakan melalui daring menggunakan media Zoom karena masih dalam masa PSBB. Kegiatan diskusi ini menghadirkan Sejarawan dan Pemimpin Redaksi Historia.id, Bonnie Triyana, Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Banten, Abdul Somad dan Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud RI, Maman Fathurrohman.

Pada diskusi kali ini, Bonnie menyatakan, mata pelajaran Sejarah tidak boleh dihapuskan. Lebih dari itu, Bonnie justru menitikberatkan pada relevansi pembelajaran Sejarah di sekolah. Misalnya, penting diadakannya pembuatan modul sejarah berdasarkan peminatan studi. Misalnya, Jurusan SMK teknik mesin, banyak mempelajari tentang sejarah permesinan.

“Pelajaran Sejarah tidak boleh dihapus karena pelajaran Sejarah tujuan utamanya adalah mempelajari metode berpikir kritis, memiliki kemampuan logis, rasional dan kritis. Selain itu, sudah lama saya juga mengingatkan bahwa mata pelajaran Sejarah harus relevan dengan peminatan siswa, misalnya kalau dia sekolahnya di Jurusan SMK Teknik Mesin, mana mungkin mempelajari tentang sejarah pemilu,” kata Bonnie.

Bonnie menambahkan, pelajaran Sejarah penting untuk dipelajari, bahkan tiap waktu, karena hal itu bisa relevan untuk karir dari seorang siswa di masa yang akan datang. Sebagaimana jargon Historia.id, masa lalu selalu aktual. Selain itu, menurutnya, pelajaran Sejarah juga tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja melainkan juga harus ada di ruang publik contohnya seperti Museum Multatuli yang ada di Rangkasbitung, Lebak, Banten.

Selaras dengan Bonnie, Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia Provinsi Banten, Abdul Somad mengungkapkan, AGSI Banten jelas keberatan jika mata pelajaran Sejarah dihapuskan dari sekolah.

“Ini bukan semata protes, artinya kita juga berusaha untuk guru sejarah agar kreatif dan inovatif juga. Kami mengetahui soal ini (penghapusan mata pelajaran sejarah-red) terkait penyederhanaan kurikulum yang masih berupa draf, tetapi kami juga harus melakukan tindakan preventif. Pemerintah menjamin tetap ada mata pelajaran Sejarah dan kami ingin meyakinkan juga bahwa mata pelajaran Sejarah ini wajib juga di SMA/SMK, dan bukan hanya bagian dari mata pelajaran IPS saja,” ungkap Somad.

“Kami siap mediasi soal kurikulum. Menurut Soekarno, jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. saya kira itu kesimpulan dari apa yang terjadi belakangan ini, mudah-mudahan menjadi klarifikasi dan bisa kita perjuangkan,” tambahnya.

Sementara itu, Maman mengatakan, penghapusan mata pelajaran Sejarah adalah salah satu materi internal di Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud yang akhirnya tersebar ke masyarakat. Menurutnya, penghapusan baru sebatas draf dan masih perlu kajian yang mendalam dan melibatkan banyak pihak.

“Mudah-mudahan segala sesuatu (terkait kurikulum-red) bisa berkembang lancar tidak kurang satu apapun. Mudah-mudahan kebersamaan kita ini bisa berkelanjutan. Jangan khawatir (soal wacana penghapusan mata pelajaran sejarah-red), karena ini sudah dikonfirmasi oleh Mas Menteri,” tegas Maman.(*)