Tekankan Pentingnya Ketahanan Pangan, PUI-PT Ketahanan Pangan Untirta Undang 4 Narasumber Diskusikan Prospek dan Pemanfaatan Urban Farming, Produk Olahan Ikan, dan Supply Chain

Diposting pada

SERANG (16/09/2020) Untuk keempat kalinya, Virtual Webinar Series kembali diselenggarakan oleh PUI-PT Ketahanan Pangan (Inovasi Pangan Lokal) Untirta. Empat narasumber yang dihadirkan pada seminar bertajuk “Prospek dan Pemanfaatan Urban Farming, Produk Olahan Ikan, dan Supply Chain Mewujudkan Ketahanan Pangan” ini di antaranya, yakni Assoc. Prof. Nurul Huda dari School of Food Science & Nutrition Universiti Malaysia Sabah, Dr. Alimuddin, S.T., M.M., M.T. selaku Koordinator Pusat Penguatan Peringkat Institusi dan Tata Kelola Terbitan Ilmiah LP3M Untirta, Dr. Ririn Irnawati, S.Pi., M.Si dari Divisi Kelembagaan & Pengembangan SDM PUI-PT Ketahanan Pangan (Inovasi Pangan Lokal) Untirta, serta Dr.-Ing. Muhammad Iman Santoso, M.Sc selaku Koordinator Pusat Penelitian Pengembangan Kota, Wilayah, dan Pertanahan LPPM Untirta.

Seminar diawali dengan pemaparan Assoc. Prof. Nurul Huda mengenai urban farming di Malaysia. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan penduduk Malaysia bermukim di kawasan perkotaan yang minim area terbuka hijau. Berdasarkan riset, sebesar 50-70% total pendapatan kasar masyarakat di wilayah perkotaan dipergunakan untuk belanja kebutuhan bahan makanan serta makan di restoran dan hotel. “Dalam analisis saya, pembelanjaan untuk restoran dan hotel, pembelian untuk makan di luar meningkat (dari 2009 ke 2019). Living style di Malaysia terutama di kawasan bandar (perkotaan – red) adalah makan di luar, maka kota menjadi hidup.” Ungkapnya.

Meningkatnya biaya hidup masyarakat di perkotaan mendorong pemerintah Malaysia untuk menggalakan aktivitas urban farming melalui Program Pertanian Bandar (PPB) dengan tujuan mengurangi biaya hidup masyarakat, terutama yang memiliki pendapatan menengah ke bawah. Tak hanya itu, program ini sekaligus dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat, meningkatkan estetika lingkungan, serta meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. “Daripada kawasan menjadi tidak teratur karena tidak digunakan, program ini dapat mempercantik kawasan tersebut. Food safety akan terjamin karena mereka sendiri yang menanam. Tentu mereka akan mengurangi penggunaan bahan-bahan yang berbahaya sehingga mereka bisa menghasilkan produk yang terjamin. Dia akan menambah suplai bahan makanan untuk kawasan kota sehingga mengurangi ketergantungan import.” Terangnya.

Program yang melibatkan berbagai departemen dan bagian di tingkat negara bagian maupun federal seperti Departemen Pertanian, otoritas lokal, serta sejumlah institusi ini mendorong masyarakat menanam dan merawat sendiri bahan-bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bermodalkan bantuan pemerintah.  berupa bibit-bibit tanaman, pupuk, hingga peralatan bercocok tanam. Pada awal Juni 2020, pemerintah Malaysia menggelontorkan tambahan dana sebesar RM 10M untuk 12.000 partisipan PPB baru di 800 lokasi proyek. “Disediakan bantuan-bantuan technical, bukan dalam bentuk uang melainkan biji-bijian untuk ditanam, pupuk, dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan urban farming.” Ujar Assoc. Prof. Nurul Huda.

Terdapat 3 (tiga) kategori masyarakat yang dapat berpartisipasi dalam PPB, yakni Residence Areas Individual yang terdiri dari minimal 10 orang, Residence Areas Community yang terdiri dari minimal 10 orang, serta Institusions, yakni perusahaan, perusahaan swasta, perkantoran, dan sekolah. Masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam program ini dapat mengajukan proposal kepada Departemen Pertanian untuk mendapatkan bantuan teknis.

“Kalau individual boleh (menanam) pohon. Untuk satu taman atau perumahan, minimum partisipannya 10 orang anggota, baru mengajukan proposal kepada departemen pertanian agar lebih efektif, tidak satu-satu. Kalau lebih banyak, lebih bagus. Boleh digunakan untuk menanam kubis, kol, bayam, mushroom, dan mini fetigation.” Terang Assoc. Prof. Nurul Huda. “Di samping pohon individual, bisa dilaksanakan dalam bentuk kelompok, minimal anggotanya 10 orang dalam satu perumahan, di kawasan yang tidak digunakan. Jadi ini bukan individual project, tetapi community project. Asalkan ada tanah lapang di kawasan itu.” Lanjutnya.

Sekolah, kantor, dan perusahaan yang tidak memiliki tanah kosong untuk bercocok tanam pun tetap dapat berpartisipasi dalam program ini dengan memanfaatkan green kit hasil inovasi Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI). Alat berkebun berupa wadah dengan ruang kapilari, penutup saluran air, tandon air, serta lubang drainase ini menyimpan air yang akan naik secara teratur setiap 8 hari sekali. Adapun penggunaan tanah diganti dengan partikel kapilari berupa tempurung kelapa sawit, peat moss, perlite, dan vermiculite. Kendati demikian, tidak seluruh vegetasi cocok ditanam menggunakan wadah ini. Wadah ini cocok digunakan untuk menanam bayam, mustard, brokoli, cabai, Centella Asiatica, dan Ooenanthe Javanica.

“Masalah kita ketika melaksanakan urban farming ini kita perlu menyiram setiap hari. Jika kita menggunakan green kit ini, kita tidak perlu menyiram setiap hari. Kita hanya perlu memberi air setiap 8 hari sekali. Ini adalah inovasi untuk encourage maysayarakat untuk melakukan urban farming tanpa menggunakan tanah.” Ia menerangkan.

Dr. Alimuddin, S.T., M.M., M.T. melalui pemaparannya mengenai “Urban Farming dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan” menyampaikan bahwa aktivitas urban farming telah diimplementasikan pula di Indonesia. “Ada kondisi di Indonesia tentang kabupaten rawan pangan. Di Indonesia secara umum dari beberapa jurnal, memang di Indonesia sudah mulai digalakan.” Ujarnya. Pandeglang menjadi salah satu lokasi implementasi urban farming budidaya akuaponik. Sejumlah empat pesantren turut berpartipasi dalam aktivitas ini.

Di sisi lain, Dr. Ririn Irnawati, S.Pi., M.Si mengangkat topik “Pemanfaatan Ikan Ekonomis Rendah Menjadi Produk Olahan untuk Ketahanan dan Kemandirian Pangan.” Ikan ekonomis rendah yang dimaksud ialah

Ikan-ikan dengan harga rendah yang disebabkan oleh rendahnya permintaan meskipun produksinya sangat banyak atau kualitasnya yang kurang baik. Ikan ekonomis rendah juga termasuk ikan-ikan discard atau buangan dan by-catch, yakni hasil tangkapan sampingan yang bukan target tangkapan yang dibuang ke laut karena keterbatasan penyimpanan yang dimiliki oleh nelayan atau ketiadaan waktu untuk menanganinya di darat ataupun tidak bernilai jual.

Dr. Ririn Irnawati, S.Pi., M.Si menyampaikan bahwa pemberlakuan PSBB selama pandemi COVID-19 menyebabkan kendala distribusi dan pemasaran, sehingga ikan-ikan hasil tangkapan nelayan yang hampir sebagian besar dikirim ke luar daerah tidak terserap pasar. Sementara itu, sejauh ini pemanfaatan ikan ekonomis rendah umumnya masih terbatas pada produksi ikan asin dan pakan ternak. Menyikapi situasi ini, Dr. Ririn Irnawati, S.Pi., M.Si beserta tim mengolah ikan-ikan ekonomis rendah menjadi produk-produk olahan ikan yang dapat menjadi suplai bahan makanan di masa pandemi, memberi kecukupan gizi, serta membangkitkan ekonomi masyarakat terutama nelayan. “Kita menyasar membentuk unit bisnis dari istri-istri nelayan. Suaminya bisa melaut. Ibunya yang kita bina untuk punya unit bisnis di bidang pengolahan ikan sehingga ada peluang pekerjaan bagi masyarakat di sana.” Ujarnya.

Dimulai dengan introduksi tepat guna, yakni pemanfaatan mesin printek untuk untuk memisahkan daging yang selanjutnya diolah menjadi surimi dan makanan beku seperti bakso ikan, sosis ikan, nugget ikan, ekado ikan, dan cireng ikan; serta kulit dan tulang ikan yang selanjutnya diolah menjadi gelatin dan tepung ikan.

Melalui pemaparannya yang bertajuk “Food Supply Chain during COVID-19 Pandemic and New Normal”, Dr.-Ing. Muhammad Iman Santoso, M.Sc mengungkapkan berbagai permasalahan terkait rantai pasok makanan yang timbul akibat pandemi COVID-19, seperti penurunan produksi, penurunan tenaga kerja, dan hambatan dalam pendistribusian.

“Dari sisi suplai, ada beberapa masalah, walaupun belum terlihat nyata di Indonesia, tapi ada penurunan produksi dan kapasitas. Banyak yang terjangkit sehingga menurunkan tenaga kerja. Beberapa hal seperti sektor livestock juga karena ada beberapa pengurangan tenaga kerja, contohnya di Cina, jadi menurun. Adanya PSBB juga mempengaruhi pertanian terutama aksesibilitas. Semua terpengaruh dari sisi suplai.” Terangnya. “Dari sisi demand, di awal-awal ada panic buying. Lama kelamaan sudah normal. Diprediksi ke depan akan menurun, apalagi jika ada pengumuman resesi. Itu akan diprediksi food demand di negara  berkembang akan elastis.”

Sebagai solusi, Dr.-Ing. Muhammad Iman Santoso, M.Sc menyampaikan 7 (tujuh) strategi yang dapat diimplementasikan di masa pandemi COVID-19. Pertama, preserve the extended workforce. “Yang paling penting adalah kesehatan. Dalam food supply chain kan ada petani, distributor, manufacturer. Pertama harus di-support kesehatannya baik physical maupun emotional karena kalau sudah kena, bisa collapse semua sistem.” Tegasnya. Selanjutnya, repurpose your capabilities. “Terkait dengan korporasi-korporasi pabrik pakan ternak yang biasa membeli jaugung dari petani jagung, dia bisa menjadi supporter bagi petani jagung untuk menyediakan face shield, masker, dll.” Sarannya. Think local, secure the supply base, respond with confidence and insight, learn and evolve, serta design for resilience menjadi strategi lain yang dapat diterapkan.

“Maksudnya, apa yang kita alami selama pandemi ini sebaiknya kita catat datanya dan kita jadikan sarana pembelajaran dan berkembang lebih baik karena bisa jadi pandemi ini bukan yang pertama. Bisa jadi di masa yang akan datang akan muncul situasi yang seperi ini. Kita harus mencari akar pemasalahannya. Kita bisa analisis bagaimana kita survive.” Tutupnya. (Humas – Sekar)