Ceramah dan Baca Puisi Karya Johan Wolfgang von Goethe

Diposting pada

Kedutaan besar Federal Republik Jerman bekerjasama dengan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) selenggarakan ceramah dan baca puisi di ruang auditorium gedung B kampus Pakupatan Serang, dalam kegiatan ini karya-karya sastrawan terbesar Jerman Johan Wolfgang von Goethe dibacakan oleh Berthold Damshäuser selaku ahli sastra bahasa Indonesia Universitas Bonn, beliau juga penerjemah seni sastra Jerman, kedatangannya beliau didampingi oleh Marc Seeman selaku third secretary cultural & press affairs dari kedutaan besar Federal Republik Jerman, disambut oleh Prof. Dr. Kartina AM, MP selaku Wakil Rektor bidang kerjasama antarlembaga dan sistem informasi serta Arifp Sanjaya, M.Pd selaku ketua pelaksana kegiatan ini.

Adapun kegiatan ini diikuti oleh dosen dan mahasiswa/i Untirta yang pada khususnya studi di jurusan pendidikan bahasa Indonesia PBI (FKIP), serta masyarakat umum dari kalangan pecinta sastra, seni dan bahasa, didukung oleh unit kegiatan mahasiswa (UKM) bengkel menulis bahasa dan sastra (Belistra) dan UKM teater kafe ide Untirta. Arip Sanjaya, M.Pd selaku ketua pelaksana kegiatan ini menyampaikan bahwa ini merupakan rangkaian acara dari perayaan Dies Natalis Untirta yang ke-38, tujuan penyelenggaraan kegiatan ini untuk mengenalkan kepada publik tentang karya seni sastra salah satunya adalah puisi-puisi yang dibuat oleh sastrawan terbesar Jerman Johan Wolfgang von Goethe, karena dekat dengan islam dan mengetahui tentang islam maka melalui karya seni puisinya menjadi jembatan bagi dunia Barat untuk mengenal Islam.

Pada saat pemaparan materi Berthold Damshäuser yang didampingi Wahyu Arya selaku moderator mengenalkan tentang sosok Johan Wolfgang von Goethe yang merupakan seorang sastrawan besar Jerman yang sangat dekat dengan Islam bahkan ia tak menolak ketika orang mengganggapnya sebagai seorang muslim, Goethe juga dianggap salah satu sastrawan periode Romantis yang paling berpengaruh di seluruh dunia, sehingga namanya diabadikan sebagai pusat kebudayaan Jerman di seluruh dunia, sebab musabab perjalanan Goethe melintasi tanah Arab dan Persia membuatnya terpukau pada kebudayaan Timur dan membawa Goethe pada ketertarikan kuat untuk mempelajari Islam, hingga di tahun 1815 tercipta puisi West-Oestlichers Divan / Diwan Barat Timur. Adapun kutipan puisi Diwan Barat Timur adalah sebagai berikut : Naerrisch, dass jeder in seinem Falle / Seine besondere Meining preist! / Wenn Islam Gott ergeben heisst / In Islam leben und sterben wir alle terjemahannya: alangkah pandir menganggap diri istimewa / mengira keyakinan sendiri benar belaka / bila makna Islam pada tuhan berserah diri, / maka dalam Islam semua kita hidup dan mati // Wahai, Hafiz nan kudus, mereka / Memanggilmu sang lidah mistis / Tapi mereka, para ahli kalam / Tiada memahami nilai kata // Mereka sebut kau mistis / Karena mereka sangka kau majenun / dan anggur mereka yang tak jujur / mereka tuangkan atas namamu // namun dalam mistik kau murni / karena mereka tak memahamimu / meski tak shalih, engkau suci! / itu tak rela mereka akui. Yang kenal diri juga sang lain / Disini pun kan menyadari: / Timur dan barat berpilin / Tak terceraikan lagi // Arif berayun penuh manfaat diantara dua dunia / Melanglang timur dan barat mencapai hikmah mulia!. Berthold juga menjelaskan Islam yang dikenal oleh Goethe itu membebaskan Islam lahiriah atau dogmatis, Islam yang lebih dalam, yakni Islam yang sufistik. Sebab, Goethe sejak mudanya, ia sudah akrab dengan puisi-puisi Rumi melalui buku-buku yang diterima, Ia juga dikenalkan dengan dunia Timur melalui karya-karya sastrawan Timur oleh gurunya. “Itu cuek kamu baca,” kata gurunya untuk Goethe. Padahal saat itu, menurut Berthold, hampir tidak ada orang Islam di Eropa. “Saat itu belum ada satu masjid pun di Jerman,” ceritanya. Pertemuan Goethe dengan orang Islam hanya sekali saat pasukan Napoleon mendekati tempat tinggalnya. Saat itu, katanya, Goethe melihat mereka shalat. “Di dekat rumah, ia lihat pasukan Napoleon shalat, Goethe merupakan Sastrawan yang menghabiskan banyak waktu untuk penelitian ilmiah ini juga sangat menghargai Nabi Muhammad. Hal ini tertuang dalam puisinya berjudul “Sabda Sang Nabi”, sabda puisinya adalah sebagai berikut Jika ada yang murka karena Tuhan berkenan // Berkati Muhammad kebahagiaan dan lindungan, // Sebaiknya dia pasang tambang kasar // Pada tiang yang paling besar. // Biar ikatkan dirimu di sana! Tali kukuh bagus. // Akan ia rasakan murkanya meluruh. Pada akhir katanya Menurut Berthold masih banyak lagi puisi yang telah ditulis oleh Goethe yang mengisyaratkan bahwa ia dekat dengan islam, menurut pendapatnya upaya alih bahasa karya-karya Gothe ini sangat sulit penerjemahannya terutama ke dalam bahasa Indonesia, yang berbeda sama sekali akarnya dengan Bahasa Jerman, kemudian puisi-puisi karyanya punya ciri khas metrum, jadi irama tertentu dan rima akhir agak sulit dan kadang-kadang tidak berhasil untuk mentransfer rama khas itu dengan rima akhir yang sama ke dalam Bahasa Indonesia. Itu pekerjaan yang rumit. Proses yang cukup pelik dan panjang, dikatakan Berthold Damshäuser, mengisahkan perjuangannya mengalihbahasakan karya-karya Goethe ini.

Kegiatan ini diakhiri dengan penyerahan penghargaan kepada pemateri dan ditutup dengan sesi foto bersama.